Torehan Nano Riantiarno di Kesenian Indonesia, Pendiri Teater Koma Itu Telah Tiada

Torehan Nano Riantiarno di Kesenian Indonesia, Pendiri Teater Koma Itu Telah Tiada

Novia Aisyah - detikEdu
Jumat, 20 Jan 2023 13:00 WIB
Pendiri sekaligus sutradara Teater Koma Nano Riantiarno
Foto: Image Dynamics/ Istimewa/Nano Riantiarno
Jakarta -

Sosok pendiri Teater Koma, Norbertus Riantiarno atau yang akrab disapa Nano Riantiarno, tutup usia hari ini, Jumat (20/1/2023). Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim turut mengucapkan belasungkawa atas berpulangnya maestro di dunia teater itu.

"Karya hebat dan kontribusi Beliau di dunia seni dan budaya Indonesia akan selalu menginspirasi kita semua. Semoga keluarga dan kerabat yang ditinggalkan diberi ketabahan dan kekuatan," tulis Nadiem dalam story Instagram, dilihat Jumat (20/1/2022).

Penulis lakon, sutradara, dan aktor panggung ini disebut menekuni seni melalui puisi dan cerpen. Nano mengawalinya saat masih di bangku SMP.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Filosofi Nama Teater Koma

Nano adalah tokoh kesenian Indonesia yang lahir di Cirebon pada 6 Juni 1949. Dia baru berkenalan dengan dunia teater saat di bangku SMU kelas dua.

Setelah tamat SMU pada 1967, Nano menetapkan hati untuk lanjut ke Akademi Teater Nasional Indonesia (ATNI) di Jakarta. Kawan seangkatannya kala itu adalah Slamet Rahardjo dan Boyke Roring.

ADVERTISEMENT

Seperti dikatakan dalam Ensiklopedia Kemendikbud, di sela kesibukan kuliah di ATNI, Nano menyempatkan waktu berguru kepada Arifin C Noer dan menjadi anggota Teater Kecil. Namun, dia tidak lama bersama kelompok teater tersebut.

Saat Teguh Karya membuka kursus akting sebagai kegiatan ekstrakurikuler di ATNI, Nano turut bergabung bersama-sama dengan Slamet Rahardjo dan Boyke Roring. Walau kegiatan ekstrakurikuler ini tidak berlanjut, Nano tetap bergabung dengan Teguh Karya yang selanjutnya mendirikan Teater Populer tahun 1968.

Namun, di Teater Populer pun Nano tak bertahan lama. Dia lantas mendirikan kelompok teater baru yang dinamakan Teater Koma.

Putra petugas PPKA (pimpinan perjalanan kereta api) Stasiun Ketanggungan Cirebon itu membubuhkan kata koma yang menurutnya berarti berkesinambungan, tidak pernah akan selesai, dan tidak pernah titik.

Melalui Teater Koma, Nano melejit sebagai salah satu lakon di dunia teater Indonesia.

Prestasi N Riantiarno Semasa Hidup

Nano telah menciptakan puluhan naskah drama, skenario film, dan sejumlah novel serta cerpen. Beberapa karyanya juga mendapat penghargaan di berbagai sayembara.

Pada 1972 sampai 1975 misalnya, Nano mendapat penghargaan dari Sayembara Penulisan Naskah Drama yang diadakan Dewan Kesenian Jakarta. Skenario filmnya yang bertajuk Jakarta, Jakarta Nano meraih Piala Citra pada Festival Film Indonesia tahun 1978 untuk kategori penulisan skenario film terbaik.

Naskah dramanya yang bertajuk Semar Gugat pada 1988 juga membentangkan karpet merah untuk Nano dalam penghargaan SEA Writer Award dari Raja Thailand.

Tak cuma mendalangi Teater Koma, Nano juga bekerja di berbagai tempat. Contohnya, dia pernah menjadi redaktur majalah Zaman pada 1979-1985, lalu menjadi Ketua Komite Teater Dewan Kesenian Jakarta (1985-1990), dan anggota Komite Artistik Seni Pentas untuk Kesenian Indonesia di Amerika Serikat pada 1991-1992.

Nano juga kerap menjadi pembicara di berbagai tempat. Makalah-makalahnya mengenai teater modern di Indonesia pernah dia bacakan di Cornell University, Monash University, University of New South Wales, dan lainnya. Dia pun pernah melakukan kunjungan budaya ke berbagai negara seperti Jerman, Cina, dan sebagainya.

Pelarangan Pementasan

Perjalanan karier Nano silih berganti, pementasannya pernah dilarang. Misalnya, pementasan Suksesi dilarang lanjut setelah sebelas hari digelar di Taman Ismail Marzuki pada Oktober 1990. Selain itu, pementasan Opera Kecoa yang rencananya dilakonkan pada 27 November-7 Desember 1990 dibatalkan karena dilarang pemerintah.

Akibat pelarangan ini, Opera Kecoa juga tidak dipentaskan di tiga kota di Jepang. Padahal, lakon ini pernah dipentaskan di Jakarta dan Bandung pada 1985, 11 hari di Jakarta dan 3 hari di Bandung.

Pada era Orde Baru, naskah Nano berkali-kali dilarang edar. Meski begitu, dia terus bergerak dengan Teater Koma. Selamat Jalan Nano Riantiarno.



Simak Video "Aktor Lebanon Sulap Bus Jadi Teater Keliling untuk Anak-anak Korban Perang"
[Gambas:Video 20detik]
(nah/nwy)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia